Hi's Like, Idiot But Psiko

Psikopat Gila {Mengandung Adegan Sadis}



Psikopat Gila {Mengandung Adegan Sadis}

0Oliver terkejut saat seember air disiramkan ke tubuhnya. Lagi-Lagi dia harus basah terkena siraman air. Oliver melihat sana sini namun dia terkejut melihat keadaan Antonio dan juga Roberto. Oliver berteriak histeris, dia berusaha memberontak namun rasa perih di lengannya kembali dia rasakan.     

"Lepaskan aku, lepaskan!" teriak Oliver. Sungguh dia sangat takut melihat keadaan Antonio dan Roberto.     

"Satu lagi pecundang yang ingin dilepaskan!" cibir Maximus.     

"kau psikopat gila! Kau pria idiot berdarah dingin!" teriak Oliver. Sungguh dia sudah sangat ingin pergi dari tempat mengerikan itu.     

"Yang kau katakan sangat benar, aku psikopat gila dan aku si idiot yang berdarah dingin oleh sebab itu, aku tidak akan berhenti sebelum aku puas menyiksa kalian. Dua itu sudah mendapatkan ganjarannya dan sekarang giliran kalian berdua!"     

"Kau memang idiot, apa kau tega menyakiti seorang wanita?" teriak Oliver.     

"Di tempat ini, mau pria atau pun wanita tidak ada bedanya. Sekalipun kau wanita aku tidak akan bermurah hati!"     

"Kau sungguh banci!" teriak Oliver.     

"Apa kau bilang?" Max menatapnya tajam, "Coba katakan sekali lagi?" kini dia menghampiri Oliver dengan kemarahan di hati.     

"Aku bilang kau banci, banci... banci! Apa kau puas?!" teriak Oliver.     

"Jared, tampar dia!" perintah Maximus.     

"Jangan lakukan dasar kalian semua para banci!" teriak Oliver ketakutan.     

"Gunakan benda itu, Jared. Sepertinya mulutnya harus diberi sedikit pelajaran!"     

"Yes, Master," Jared melangkah pergi untuk mengambil sesuatu. Akhirnya gilirannya datang.     

"A-Apa yang ingin kau lakukan?" Oliver ketakutan apalagi saat Jared mendekatinya dengan sesuatu di tangan.     

"Saatnya aku menampar wajahmu!" Jared sudah siap, dengan sebuah benda yang memiliki paku-paku kecil yang menancap di atasnya.     

"Ja-Jangan lakukan!" teriak Oliver namun Jared sudah mengangkat benda seperti papan berduri itu. Satu tamparan dia berikan, teriakan Oliver terdengar saat paku-paku kecil itu menancap masuk ke dalam wajahnya dan ketika Jared menariknya, paku-paku itu merobek daging wajahnya.     

"Sakit, kalian semua gila!" teriak Oliver namun Jared kembali menampar wajah yang ada di sisi lainnya.     

Tamparan demi tamparan dia dapatkan, wajahnya mulai hancur dari bagian kanan dan kiri. Oliver berteriak kesakitan, rasa sakit itu membuatnya tidak sanggup berkata-kata. Seharusnya dia tidak menyulut emosi Maximus karena dia tahu pria itu pemarah.     

"Hentikan, berhenti memukulnya!" teriak Austin.     

"Oh, sepertinya ada yang ingin menemanimu mendapatkan pukulan itu," ucap Maximus.     

"Tidak, aku tidak!" ucap Austin. Jangan sampai dia dipukul seperti itu tapi ucapan Maximus mengejutkan dirinya.     

"Pukul dia juga, Jared!"     

"Dengan senang hati, Master," Jared mendekati Austin, tentu dia akan melakukannya dengan senang hati karena dia sudah bosan menjadi penonton. Seandainya dia membawa popcorn dan cola mungkin dia akan menikmati tontonan tersebut.     

Austin berteriak ketakutan, semua itu gara-gara Oliver. Dia memohon agar pria itu bermurah hati dengan bujuk rayu tapi Oliver justru membuatnya marah. Sungguh tindakan bodoh padahal mereka sedang di ambang kematian dan bodohnya dia melibatkan diri.     

"Jangan, jangan lakukan. Pukul saja dia, jangan memukul aku!" teriak Austin.     

"A-Austin, kau?" Oliver sudah tidak berdaya.     

"Sorry, sekarang jatahku!" ucap Jared dan setelah itu dia memukul wajah Austin tanpa ragu. Seperti Oliver, teriakan Austin juga terdengar saat paku menancap ke dalam wajahnya dan menarik daging wajahnya.     

Perih, itu yang mereka berdua rasakan. Wajah mulus Oliver sudah tidak ada lagi, wajahnya hancur akibat paku-paku yang dipukulkan oleh Jared. Wajah Austin tidak jauh berbeda, wajahnya juga hancur akibat paku-paku yang merobek daging wajah mereka. Tidak itu saja, Jared juga memukul mulut Oliver yang sudah berani berbicara sembarangan.     

Suara teriakannya melengking memenuhi ruangan setelah paku-paku itu merobek sebagian bibirnya. Mereka berdua menunduk dan terlihat tidak berdaya, darah mengalir dari wajah dan tentunya Maximus begitu puas.     

"Masih ada yang berani berbicara lagi?" tanya Maximus.     

"Le-lepaskan kami, bukankah ini sudah cukup?" ucap Austin.     

"Cukup? Kau harus tahu, ini adalah permulaan!" ucap Maximus dengan seringai lebar.     

"Apa lagi yang hendak kau lakukan?" sungguh dia tidak mengerti, apa penyiksaan yang mereka berikan belum cukup juga?     

Tanpa ada yang memberi perintah, dua anak buah Maximus menghampiri mereka berdua dan menyiramkan cairan ke wajah mereka yang sudah hancur. Teriakan mereka terdengar, tubuh mereka menggelepar. Perih, sungguh perih. Mereka harap mereka mati namun nyatanya tidak. Wajah mereka bahkan sudah meleleh akibat cairan tersebut.     

Kedua tangan mereka dikeluarkan dari dalam meja. Tangan mereka melepuh akibat terbakar lempengan besi yang membara. Entah apa lagi yang akan mereka dapatkan yang pasti keadaan mereka belum seperti keadaan Antonio dan Roberto jadi Maximus belum akan berhenti. Mereka bahkan melupakan teka teki yang mereka mainkan. Itu tidaklah penting karena jawaban mereka semua salah.     

Rasa penyesalan memenuhi hati karena mereka sudah salah menantang orang, semoga saja setelah ini semuanya berakhir dan yeah... setelah ini mereka akan menjadi umpan para binatang yang sudah menunggu mereka. Maximus tidak juga menghentikan aksi kejinya. Jiwa psikopatnya masih berkobar. Sebuah meja kembali di dorong dan dibawa mendekati Austin dan Oliver.     

Entah apa saja yang ada di atas meja itu, Austin dan Oliver sudah tidak bisa melihatnya lagi. Mereka hanya bisa pasrah, saat benda tajam yang berada di tangan Maximus mulai menyayat daging di tubuh mereka. Oliver yang pertama kali mendapatkannya, dialah otak dari semua itu jadi Maximus membelah kepala Oliver seperti apa yang dia lakukan pada Antonio.     

Ruangan yang biasanya hening jadi ramai oleh teriakan mereka dan hebatnya lagi, Oliver tidak pingsan seperti Antonio. Entah fisiknya yang lebih kuat atau dia sudah pingsan yang pasti dia kembali disiksa. Tidak pingsan, tidak akan berhenti selama dia tidak mati.     

Austin mendapat tekanan mental yang cukup hebat. Dia sudah menyaksikan tiga orang mendapat siksaan yang begitu kejinya namun dia belum juga mendapatkan siksaan yang berarti selain pukulan paku di wajahnya. Permohonan tidak henti dia ucapkan tapi Maximus seolah-olah tuli, tidak mendengar permohonan yang dia ucapkan.     

Kuku jari Oliver mulai dicabut satu persatu oleh Maximus. Dia memainkan alatnya dengan lihai. Kedua tangan Oliver gemetar setelah semua kukunya tidak ada namun tidak sampai di sana saja, sepuluh kuku jari kakinya tak luput dari tang yang ada di tangan Maximus. Hanya rasa sakit yang terasa namun Maximus belum juga berhenti walau kedua tangannya sudah berlumuran darah. Lidah Oliver pun menjadi sasaran empuk dari benda tajam yang sudah berada di tangan. Dia yakin wanita itulah yang tahu akan kemampuan yang dia miliki sehingga wanita itu membuat rencana untuk mengelabui mereka dengan rekaman cctv yang sudah di manipulasi jadi otak liciknya harus diberi makan binatang dan lidah yang merencanakan kejahatan harus dibuang.     

"Bagaimana, apa masih ada yang perlu aku potong?" tanya Maximus setelah memotong lidah Oliver.     

Wanita itu menunduk dengan otak yang terlihat jelas. Tidak ada satu pun anak buah Maximus yang berani bersuara. Itu memang ganjaran yang akan didapat oleh musuh tentunya dengan cara yang berbeda tergantung siapa yang mengeksekusinya. Oleh sebab itu, tidak ada satu pun dari mereka yang berani berkhianat.     

Oliver tidak pingsan tapi dia sudah tidak berdaya. Setidaknya dia lebih hebat dari Antonio yang belum juga sadarkan diri. Bau amis darah tercium begitu menyengat, Maximus ingin menyiksa mereka berempat hari ini juga. Bukan siksaan itu yang membuat mereka sengsara, tapi rasa sakit yang mereka rasakan nantilah yang akan membuat mereka ingin cepat mati tapi dia tidak akan membiarkan mereka mati dengan cepat.     

Sebuah lempengan besi yang panas membara dibawa mendekat, Austin sudah tidak bisa mengelak karena sekarang gilirannya. Baju yang dia gunakan di robek dan setelah itu, lempengan besi panas ditempelkan ke tubuhnya. Teriakannya terdengar tapi itu tidaklah cukup. Yang lain mendapat siksaan yang begitu keji jadi tidak mungkin dia mendapat siksaan seperti itu saja.     

Dua mata bor keluar dari kursi yang dia duduki, satu di sisi kanan dan satu di sisi kiri. Tidak dua itu saja, dua lainnya menusuk punggungnya sehingga teriakannya terdengar. Suara mesin bor berbunyi, benda itu pun berputar, Austin semakin ketakutan.     

"Hentikan, aku mohon hentikan!" teriak Austin memohon namun mata bor semakin mendekat. Austin semakin panik tapi dia lupa dengan dua bor yang sudah menancap di punggungnya. Dua mata bor itu berputar, teriakannya pun terdengar dan tidak lama kemudian dua mata bor yang lain menusuk pinggangnya dan mengaduk isi perutnya. Tidak hanya itu saja yang dia dapatkan, ternyata kursi yang dia duduki adalah kursi listrik.     

Di balik rasa sakit akibat bor yang mengaduk-aduk isi perut dan tubuhnya, Austin juga harus mengalami sakitnya di setrum listrik dengan ketegangan yang cukup tinggi. Mata Austin melotot, tubuhnya menggelepar akibat setruman. Air ludahnya bagaikan busa keluar dari mulutnya, darah dari luka akibat bor menyiprat sana sini. Maximus tidak peduli, pria itu mau hidup atau mati dia tidak peduli asalkan wanita dan dua pria yang lain masih hidup.     

Tubuh Austin sudah kejang-kejang saat tombol untuk mematikan aliran listrik dimatikan. Bor juga sudah berhenti berputar dan pria itu sudah terlihat tidak bergerak. Jared segera memeriksa keadaannya dan ajaibnya dia tidak juga mati. Sepertinya ajal mereka memang akan berakhir di perut para binatang peliharaan yang ada di kandang.     

"Dia masih hidup," ucap Jared.     

"Bagus, sangat bagus. Saat mereka sadar beri mereka cambukan supaya mereka semakin merasa kesakitan agar mereka memohon cepat mati tapi mereka tidak akan mendapatkannya. Terus cambuk dan saatnya sudah tiba nanti, aku akan datang untuk mengakhiri mereka semua!" perintah Maximus.     

"Yes, Master!" Jawab semua anak buahnya.     

Maximus berjalan menuju wastafel, baju yang dipenuhi darah dibuka dan dibuang. Dia tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti itu sehingga membuat Aleandra takut. Dia juga bukan orang yang suka menunda sebab itu dia mengeksekusi mereka berempat dalam waktu yang bersamaan agar mereka bisa merasakan takut secara bersamaan.     

Jared berlari pergi saat Maximus sedang mencuci tangan dan wajahnya, dia akan mengambil baju bersih juga handuk yang ada di dalam mobil. Sebelum Maximus selesai, Jared sudah kembali.     

"Bersihkan tempat ini. Ingat, berikan siksaan yang cukup agar mereka tidak mati. Biarkan mereka menyesali apa yang mereka lakukan sebelum mereka mati"     

Para anak buahnya bergerak setelah mendapat perintah, keempat sandera kembali di rantai dalam keadaan mereka yang seperti itu. Maximus mengajak Jared pergi setelah mengenakan baju bersih, dia akan kembali nanti untuk memberikan kematian pada mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.